Luky Djani & Olle Törnquist (2017), Dilemmas of Populist Transactionalism (Yogyakarta: PolGov)
[Diterbitkan dalam bahasa Inggris]
Mengapa Indonesia di akhir 2016 tiba-tiba menjadi begitu jauh dari "Model Solo"Jokowi dalam menegosiasikan kontrak sosial yang bahkan menghasilkan presiden mendukung perubahan? Mengapa dinamika Jakarta mengingatkan pada fenomena terpilihnya Donald Trump dan kemampuan politisi populis sayap kanan di Eropa yang meraih dukungan besar tidak saja dari kaum ekstrimis dan rasis tetapi juga dari kelas pekerja yang diabaikan? Jika ada, bagaimana masa depan politik populer?