Dilemmas of Populist Transactionalism

Luky Djani & Olle Törnquist (2017), Dilemmas of Populist Transactionalism (Yogyakarta: PolGov)

[Diterbitkan dalam bahasa Inggris]

Mengapa Indonesia di akhir 2016 tiba-tiba menjadi begitu jauh dari "Model Solo"Jokowi dalam menegosiasikan kontrak sosial yang bahkan menghasilkan presiden mendukung perubahan? Mengapa dinamika Jakarta mengingatkan pada fenomena terpilihnya Donald Trump dan kemampuan politisi populis sayap kanan di Eropa yang meraih dukungan besar tidak saja dari kaum ekstrimis dan rasis tetapi juga dari kelas pekerja yang diabaikan? Jika ada, bagaimana masa depan politik populer?

Kasus Indonesia merupakan titik penting dalam studi populisme. Di Indonesia, gerakan populer reformis terbesar di dunia tersingkir di pertengahan 1960-an, memberikan cara bagi kekuasaan otoriter berlangsung lebih dari 30 tahun. Setelah jatuhnya Soeharto, demokrasi perlahan berkembang namun proses dan lembaga didominasi oleh kompromi antara elit moderat.

Analisis dalam buku ini didasarkan pada analisis upaya politik populer baru sejak tahun 2005. Karakter transaksional tidak hanya elitis tetapi juga populis yang menempatkan perkembangan politik terbaru pada risiko yang harus diubah melalui tawaran kebijakan yang mendorong aliansi lebih luas aliansi dan menginisiasi lembaga yang merepresentasikan partisipasi warga, termasuk kepentingan progresif dan persoalan organisasi.

Buku ini menelaah ulang eksperimen antara kelompok populer dan warga negara yang muncul dan membuat perubahan politik pada tahun-tahun sebelum dan setelah jatuhnya Soeharto. Pada awal pertengahan 2000-an, ada dua peristiwa yang secara signifikan mengawali babak baru politik: satu, pengembangan kontrak sosial informal antara pemimpin populis baru, miskin, dan sipil aktivis masyarakat urban di kota Solo, Jawa Tengah; dua, KAJS (Komite Aksi Jaminan Sosial) aliansi sangat luas dan sukses di Jabodetabek yang mewadahi serikat buruh dan aktivis masyarakat sipil bekerja bersama-sama dengan para politisi progresif untuk mempromosikan kebijakan sosial dan undang-undang untuk perlindungan kesehatan.

Melalui dua kasus itu, buku ini mengulas argumen tentang kemungkinan kesatuan yang lebih luas. Empat pertanyaan kritis yang relevan dengan pengalaman internasional merangkum jawaban atas apa dilema politik populer: (i) Apa karakter kontrak sosial dan aliansi yang terbentuk? (Ii) Apa yang mendorong terbentuknya kontrak sosial dan aliansi? (Iii) Apa saja persoalannya? dan (iv) Apa yang dapat dipelajari dari aliansi itu?