Peneliti utama: Prof. Kristian Stoke, Eric Hiariej, PhD
Melembagakan demokrasi pada dasarnya tergantung pada derajat kontrol popular terhadap urusan-urusan publik atas dasar kesetaraan (Beetham, 1999). Ini melibatkan empat aspek vital yaitu ‘rakyat’ atau warga negara atau demos, kesetaraan politik, urusan publik, termasuk representasi (idem.; lihat juga Tornquist, 2010).
Urusan publik adalah hal-hal yang didefinisikan sebagai perkara-perkara yang menjadi perhatian bersama. Dalam pemikiran ini, ada beberapa isu yang membutuhkan elaborasi lebih lanjut. Pertama, cakupannya. Hal ini berhubungan dengan garis batas definisi publik yang diterima bersama dan disetujui secara politis dalam masyarakat. Kedua adalah bagaimana perkara publik harus ditata-kelola sesuai teori demokrasi dan bagaimana perkara publik secara aktual ditata-kelola. Urusan publik dapat ditatakelola melalui hirarki dan otoritas (etatism), pertukaran sukarela (marketism) dan kedekatan (intimacy). Ketiga adalah bermacam-macam proses yang menjadi ruang untuk membuat keputusan untuk urusan publik. Urusan publik di satu sisi ditentukan oleh kesepakatan politis yang telah mapan dan praktik kebijakan. Di sisi lain, juga ditentukan oleh proses globalisasi dan perubahan politik pada level makro. Dengan demikian menjadi relevan kiranya untuk mengkaji bagaimana proses kebijakan, globalisasi dan perubahan politik termasuk aktor-aktor yang terlibat menjadi arena untuk mendefinisikan urusan publik.
Representasi menjadi isu penting di sini karena warga Negara sebagian besarnya tidak secara langsung mempengaruhi dan mengendalikan urusan publik melainkan melalui berbagai saluran-saluran perantara. Maka menjadi penting untuk menguji lebih jauh ruang-ruang perantara yang digunakan oleh warga Negara baik dalam ranah politik maupun masyarakat sipil dan baik secara kelembagaan maupun secara individual.
Terakhir, demos, yaitu orang-orang yang dalam sebuah demokrasi seharusnya mengendalikan urusan publik atas dasar kesetaraan politik. Demokrasi mengandaikan kewarganegaraan dalam sebuah unit kewilayahan atau unit lainnya yang ditentukan. Kewarganegaraan itu sendiri adalah kelanjutan hasil reaksi proses timbal balik antara Negara dan masyarakat terkait hak dan kewajiban (Heywood 1999: 207). Gagasan kewarganegaraan mengandung tiga dimensi penting. Pertama, sejauh yang menyangkut bagaimana norma, aturan dan proses politik mendefinisikan subyek-subyek politik kepada siapa hak (dan kewajiban) tersebut melekat. Proses ini mengimplikasikan dua proses yaitu inklusi dan eksklusi yang terjadi secara bersamaan. Kedua, isi (content) hak dan kewajiban. Dimensi ini berhubungan dengan kedalaman hak dan kewajiban yang melekat pada subyek-subyek politik, contohnya aspek universal versus residual dalam skema kesejahteraan sosial. Dimensi ketiga adalah mengenai harus seaktif apa warga Negara dalam proses politik untuk bisa mengklaim hak-hak dasar mereka (Isin dan Turner 2002:2).
Kajian tematik tentang warga Negara mengembangkan aspek-aspek berkenaan khususnya dengan pertanyaan berikut: Bagaimana gagasan representasi, barang publik dan kewarganegaraan dikonseptualisasikan dan dipraktekkan? Ke mana rakyat harus beralih ketika mereka ada masalah yang bukan bersifat pribadi? Bagaimana caranya?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, riset ini menyasar tujuan-tujuan berikut ini: [1] Menemukan lokus di mana konsepsi representasi, barang publik dan kewarganegaraan dihasilkan. Hal ini diikuti dengan mengungkapkan bagaimana konsepsi tersebut diproduksi dan dipraktekkan. [2] Di dalam gagasan representasi yang dipraktekkan, barang publik dan kewarganegaraan, mengidentifikasi siapa atau apa yang merepresentasikan publik dan yang menjadi lokus di mana para individu anggota publik menyelesaikan perkara-perkara yang dipandang sebagai perkara publik. [3] Menguji relasi kuasa yang ada di antara para anggota publik dengan menggunakan representasi publik ini. Relasi kuasa yang ada pada dasarnya merepresentasikan dan melembagakan nilai, norma, aturan yang mendefinisikan dan menatakelola hubungan antara para individu anggota masyarakat dan representasinya sebagai entitas tunggal yang disebut sebagai publik.
Penelitian ini diharapkan akan berkontribusi dalam mengurai kerumitan demokratisasi di Indonesia khususnya mengenai kemunculan kembali nasionalisme kesukuan dan kelompok di bawah rejim demokratik yang sekarang berlaku. Mereka menghadirkan gagasan-gagasan alternatif kewarganegaraan yang seiring dengan pengaturan alternatif relasi kuasa dan penciptaan dan distribusi kesejahteraan untuk ditawarkan dan diadu dengan gagasan-gagasan yang secara formal dipilih dan dipraktekkan.